..........

RSS

Brownies Kukus Ala-ala


Kebetulan brownies adalah kue yang paling saya sukai. Kadang sering dilema kalau lagi pengen tapi kantong sedang kering. Timbullah niat otak-atik resep, dan tarrraaaa brownies ala-ala saya memuaskan lidah keluarga. Hehehe. Yang mau coba, boleh pakai resep ini.

Bahan:
  • 100 gram terigu
  • 100 gram gula pasir
  • 2 butir telur
  • 2 sdt coklat bubuk
  • 1/2 sdt sp
  • 80 gram dcc
  • 40 ml minyak sayur
  • 2 sdt margarine
  • 75 ml susu cair
  • 1 sachet SKM ckolat

Cara Membuat:
  1. Lelehkan dcc dan margarine dengan cara di tim. Setelah mencair, tambahkan minyak sayur. Aduk rata dan biarkan dingin.
  2. Kocok telur, gula dan sp dengan kecepatan tinggi selama 5 menit.
  3. Turunkan kecepatan. Masukan susu cair.
  4. Masukan terigu dan coklat bubuk sedikit-sedikit. Jika sudah tercampur rata, matikan mixer.
  5. Masukan dcc yang sudah di tim. Aduk balik dengan spatula.
  6. Ambil sedikit adonan dan campur dengan SKM.
  7. Bagi adonan sisa jadi 2.
  8. Kukus 1 adonan selama 10 menit.
  9. Keluarkan loyangnya. Tuang dengan adonan yang sudah dicampur SKM di atas adonan pertama. Kukus lagi selama 10 menit.
  10. Keluarkan loyangnya lagi. Tambahkan adonan yang terakhir dan kukus selama 20 menit.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jodoh



Jodoh itu unik, penuh rahasia. Tapi jika dinanti dengan sabar, diterima dengan iklas, buahnya kebahagiaan.

Lihat teman yang bersanding di pelaminan dengan rangkaian proses beragam terkadang membuat saya terharu, bahagia bahkan tertawa geli. Ada yang sudah dekat lama, tapi nikahnya sama orang yang baru dikenal. Ada yang kemarin masih adem ayem, eh tahu-tahu hari ini nikah. Itulah jodoh, kita tidak pernah tahu karena memang itu rahasia Illahi.

Cara ketemunya juga unik. Ada yang sudah berteman dari SD, sudah lulus hilang kontak. 10 tahun kemudian ketemu lagi di acara reuni. Sebulan kemudian undang sudah tersebar. Ada juga yang lagi jalan-jalan, duduk sebelahan di angkot. Eh..setahun kemudian duduk di pelaminan. Serukan jodoh itu!

Waktunya juga pas. Pas udah siap, pas udah mantep. Ketemu dech jodoh itu.

Buat saudara-saudaraku yang sampai hari ini belum ketemu jodohnya. Terus bersabar dan berdoa. Pasti akan indah pada waktunya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jangan Biarkan Ibu Jadi Gila


Seorang ibu pasti akrab dengan mencuci, menyetrika, memasak dan setumpuk pekerjaan rumah lainnya. Pekerjaan yang rutin, berulang setiap hari. Bahkan pekerjaan untuk besok, seperti akan masak apa, sudah terpikir hari ini. Itulah seorang ibu, yang dibilang di rumah, nyatanya bekerja sehari 24 jam , tujuh hari dalam seminggu. Nonstop tanpa ada libur. Perusahaan paling besar di dunia inipun tidak akan sanggup menggaji seorang ibu.

Emosi seorang ibu itu harus terus dijaga. Baik dari dalam maupun luar diri. Dari dalam sudah tentu berkaitan dengan diri sendiri. Sementara dari luar, adalah keikutsertaan keluarga terutama seorang suami dalam menjaganya.

Bayangkan, setelah perjuangan antara hidup dan mati dalam melahirkan, sesegera  mungkin ibu harus bekerja kembali. Bekerja disini dalam artian kembali dengan rutinitas ibu rumah tangga, ya beres-beres rumah, mengurus suami ditambah menggurus anak. Bayi yang baru lahir tidurnya masih terbalik, siang tidur malam bergadang menyusu. Naluri ibu, pasti akan menjaga anaknya yang baru bisa menangis ketika terjaga diwaktu malam. Sementara siang hari ketika anak tertidur, ibupun memanfaatkan untuk menyelesaikan tugas rumahnya. Kurang tidur membuat fisik melemah, lelah dan sudah pasti emosi akan mudah tersulut. Wajar jika ibu mulai berkata kasar ketika tidak mampu mengendalikan emosinya. Dalam situasi seperti ini, suami harus ikut andil agar keadaan tidak menjadi lebih buruk. Bantu istri sebisa mungkin agar bebannya sedikit berkurang dan emosinya terjaga.

Anak beranjak tumbuh, bahagia sudah pasti. Bertambah kepintarannya, bertambah juga pekerjaan ibu. Lantai rumah bisa di pel berkali-kali. Baru kering, eh si anak numpahin makanannya. Selesai ngepel kedua kalinya, lagi-lagi mainan berserakan dimana-mana dengan pemiliknya yang sudah beralih mengeksplor dapur. Sungguh pekerjaan ibu tiada habisnya. Ibu memang seorang yang super, kewarasaannya harus terus dijaga.

Wahai para ibu, jika kau  mulai merasa lelah, tariklah napas sejenak. Lihatlah, ladang pahala terhampar luas di depanmu. Semangat untuk kalian. Ibu ibu hebat di negeri in

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Mencari Restu


Aku kurang tahu, mana yang lebih tepat untuk mengekpresikan kebahagiaan. Tawa atau tangis? Yang terjadi, butiran bening keluar dari sudut mata karena terlalu bahagianya diri ini. 15 tahun memendam rindu bukanlah hal mudah untuk mempertahankan keutuhan hatiku.

Hari ini dia pulang. Sehari sebelum pernikahanku. Pastilah salah satu kerabat atau tetangga berhasil memberitahunya. Sejak tiga bulan lalu, aku titipkan kabar pernikahanku pada siapa saja yang katanya pernah bertemu dengannya.

Aku hanya bisa mematung ketika berdiri satu langkah  di depannya. Hatiku  canggung setelah sekian tahun tak bertemu. Tapi sungguh rindu itu masih ada. Dia sedikit agak kurus dari ingatanku. Keriput dan rambut putih melengkapi usianya. Seketika kenangan masa lalu seperti kaset film yang diputar ulang. Pun dengan kejadian sore itu. Ketika dia telan mentah-mentah kata-kata ibu. Ego lelakinya berkuasa, dia langkahkan kaki pergi dari rumah. Andai dia tahu, sejak sore itu, setiap malam ibu menangis menyesali perkatannya. Namun sayang, ego ibupun menjadi pemenang. Ibu tak mau mencari tahu kepergiannya. Waktu itu, aku masih gadis kecil usia tujuh tahun, tak paham banyak hal. Hanya menurut ketika ibu minta jangan tanya lagi tentangnya. Kupendam rindu sendiri tak aku bagi kecuali dengan-Nya.

Akhirnya pertanyaan pertama keluar dari mulutnya. Menghentikan slet film di kepalaku.
"Siapa nama laki-laki itu?"
"Damar." jawabku singkat.
"Kau sudah benar-benar yakin?" tanyanya lagi.
"Sangat yakin."
"Baiklah. Aku hanya bisa memberi restu dan doa. Semoga kau selalu bahagia." Kulihat matanya berembun. Hatikupun sudah tak karuan rasanya. Rindu, marah, dan kecewa berdesakan memenuhi dada.
"Aku ingin kau yang menikahkanku" pintaku dengan lirih. Akupun sudah bersujud dipangkuannya. Kudengar isakan dari sudut ruangan. Meski lirih, aku kenal milik siapa itu. Ibu menangis. Kurasakan tangannya bergetar ketika kupegang. Sedetik kemudian, tangan kanannya sudah beralih di kepalaku. Bergerak, mengelus lembut rambutku.
"Jika ibumu mengijinkanku" jawabnya dengan suara bergetar. Disusul tangis ibu yang meledak.
Aku menoleh pada ibu demi meminta persetujuannya.
"Dia bapakmu. Dia yang harus menikahkanmu."
Ruangan menjadi begitu sempit dengan tangis kami.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS