Hari ini, kemana sang keadilan pergi? 3 orang janda, diusianya yang renta terpaksa terus bekerja keras. Fisik yang
tak kuat lagi, pandangan yang mulai mengabur membuat mereka memilih
pekerjaan ini. Pemetik tangkai cabe, dengan resiko menahan rasa panas
dan bau pedas yang begitu menusuk hidung. 300 rupiah untuk 1kg cabe,
upah yang mereka terima.
Tak sempat rasa iri hinggap di hati , ketika beberapa tetangga yang
masih muda bahkan memiliki pekerjaan yang lebih baik menerima bantuan
langsung. Mereka hanya bisa ikut senang melihat para penerima bantuan
membelanjakannya tak sesuai tujuan.
"Rezeki sudah ada yang
ngatur. Bersyukur hari ini bisa makan. Besok kerja lagi, buat beli beras
lagi." Jawab mbah Inem kala ditanya tentang kondisinya.
Sesederhana itukah mereka memaknai hidup. Atau karena telah berusia
lanjut, mereka mampu begitu bijak menjalani zaman yang semakin kejam.
Terlihat kemiskinan bukanlah beban bagi mereka. Canda dan tawa masih
menghiasi hari-hari disela memetik cabe. Kembali lagi, kemana perginya
sang keadilan?
***
Sementara di sudut lain, beberapa
wanita bekerja dengan nyaman. Dalam ruangan dingin dan berkursi empuk.
Gaji mereka terbilang besar, tanpa merasa takut besok ada beras atau
tidak, bisa makan atau tidak. Mereka bisa membeli apapun dengan mudah.
Bahkan berpesta pora, jalan-jalan dan belanja dijadikan rutinitas.
Mereka para pelayan, yang diharapkan memberi pelayanan justru minta
dilayani. Menutup mata terhadap kondisi rakyat miskin, yang terpenting
diri dan keluarganya happy.
Sibuk memperkaya diri, lupa akan tugas yang diberi. Lagi lagi, kemana keadilan pergi?
***
Di sini, aku hanya bisa terpaku dan mengurut dada.
Ketimpangan-ketimpangan semakin jelas di depan mata. Akupun bertanya,
kemana perginya keadilan? Semoga ia masih berkenan tinggal di negeriku,
Indonesia. Membantu mereka yang masih percaya dan jujur.
Keadilan
Lokasi:
Jakarta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar